Kursi pengadilan Allah (Mikha 6:1-16)

01/09/2011 06:40

 

Firman Tuhan yang kita baca hari ini adalah gambaran pengadilan Allah terhadap umat-Nya. Dimulai dengan seruan Allah pada orang-orang untuk mendengar pengaduan-Nya serta mempersiapkan pembelaan mereka terhadap tuduhan yang akan disampaikan ( Mi 6:1-2*). Allah kemudian mengingatkan mereka betapa Ia telah membela, menolong, dan melindungi umat-Nya. Ia tidak pernah membebani atau melakukan kejahatan kepada orang Israel (ayat  Mi 6:3-5*). Sangat kontras bila dibandingkan dengan berhala-berhala yang disembah orang Israel, yang menuntut korban persembahan yang sangat mahal, yaitu anak-anak mereka. 
 
Bangsa Israel menanggapi perkataan Allah dengan keinginan untuk berdamai dengan Allah ( Mi 6:6-7*). Mereka menawarkan persembahan korban sebagai pengganti dosa mereka. Mikha menjawab bahwa Allah tidak menuntut anak-anak mereka untuk dipersembahkan (ayat #/TB Mi 6:8*). Yang Allah minta adalah ketaatan dan kerendahhatian di hadapan Allah. Sesuatu yang memberikan dampak yang baik bagi bangsa Israel sendiri, tetapi yang malah tidak dapat mereka lakukan. Karena itu Allah menyampaikan tuduhan-tuduhan yang membongkar dosa orang Israel beserta hukumannya (ayat #/TB Mi 6:9-16*). 
 
Kita sama seperti umat Israel, yang tidak mampu untuk memilih ketaatan dan kebenaran, sekalipun kita telah menerima berkat Tuhan sedemikian banyak. Kenapa? Karena kita semua sudah berdosa. Dosa identik dengan kematian. Orang mati tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Harus Allah sendiri yang datang menyelamatkan, barulah kita bisa memiliki kemampuan untuk taat kepada-Nya. 
 
Sama seperti bagi Israel, akan datang waktunya bagi kita untuk duduk di kursi pengadilan Allah dan mendengarkan dakwaan atas dosa yang telah kita lakukan. Kabar baiknya adalah Yesus sudah datang sebagai Pembela. Ia menanggung hukuman atas dosa manusia. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita sudah menjadikan Yesus sebagai Pembela kita di pengadilan kelak? Jadikan Dia sebagai Pembela Agung kita. 
 
 
Apa yang Allah tuntut?  Mikha 6:1-8
 
Mikha menggambarkan gunung-gunung Israel, saksi-saksi abadi sejarah penebusan umat Allah, sebagai hakim-hakim yang akan mendengarkan pengaduan Allah melawan Israel. Pertanyaan Allah kepada umat-Nya (3) dapat diungkapkan ulang sebagai berikut: ‘apa yang telah Kulakukan kepadamu sehingga membuat engkau lelah dan bosan untuk taat kepada-Ku?’ Apakah berhubungan dengan Allah membuahkan beban berat bagi umat-Nya? Bukankah berhubungan dengan Allah akan mengangkat seluruh beban umat-Nya sebab Ia yang membebaskan, membimbing, melindungi, dan mengajar umat-Nya? Itulah yang dilakukan Allah terhadap Israel. Allah telah menebus Israel dari tanah perbudakan. Ia telah memberikan kepada mereka pemimpin besar seperti Musa, Harun, dan Miryam. Ia juga telah melindungi mereka dari serangan musuh-musuhnya dan menuntun mereka melewati padang belantara menuju tanah perjanjian (4-5). 
 
Apa yang Allah tuntut dari umat-Nya? Mikha, berperan sebagai Israel, menggunakan sebuah sindiran untuk menyimpulkan apa yang Israel rela lakukan bagi-Nya yaitu korban bakaran, ribuan domba jantan, bahkan seperti pengikut agama-agama kafir mereka rela mempersembahkan anak-anak sulung mereka (6-7). Israel meresponi kasih Allah dengan melakukan agama lahiriah dan ritual agama yang kosong. Allah sudah memberitahukan kepada umat-Nya apa yang baik yang Ia kehendaki, yaitu berlaku adil, mencintai kemurahan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (8). Tiga kebajikan Illahi ini bukan suatu spekulasi atau filosofis belaka namun merupakan nilai-nilai moral yang praktis. 
 
Tuntutan Allah bagi Kristen masih sama. Dia menginginkan kita meresponi kesetiaan-Nya dengan melakukan 3 kebajikan Illahi tadi. Berlaku adil meliputi keadilan dalam berhubungan dengan sesama. Mencintai kemurahan adalah kebajikan yang memotivasi seseorang untuk memperhatikan kebutuhan orang lain dan menolongnya. Kerendahan hati di hadapan-Nya berarti senantiasa responsif terhadap Allah, menyerahkan kehendaknya dengan sukacita di bawah kehendak Allah. Kebajikan Illahi ini menetapkan batas-batas kehidupan Kristen. 
 
Renungkan: Kita tidak dapat bersimpati terhadap orang lain hingga mengorbankan keadilan ataupun kehendak-Nya. Kita tidak dapat menuntut keadilan hingga tidak ada ruang bagi kemurahan dan perhatian.